HESTEK.CO.ID — DPRD Provinsi (Deprov) Gorontalo mulai menerapkan larangan perjalanan dinas perorangan sebagaimana diatur dalam Peraturan DPRD Provinsi Gorontalo Nomor 1 Tahun 2023 tentang Tata Tertib.
Kebijakan ini ditegaskan sebagai upaya meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran sekaligus mencegah potensi penyalahgunaan keuangan negara.
Anggota DPRD Provinsi Gorontalo Umar Karim, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Gorontalo, menjelaskan bahwa larangan tersebut memiliki latar belakang historis yang kuat.
“Secara historis, ketentuan ini dilatarbelakangi oleh praktik pada periode sebelumnya, di mana banyak perjalanan dinas dilakukan secara perorangan dan dinilai tidak efisien,” ujar Umar Karim kepada wartawan, Senin (29/12/2025).
Menurutnya larangan perjalanan dinas perorangan memang tidak diberlakukan secara mutlak. DPRD masih memberikan toleransi dalam kondisi tertentu, khususnya jika terdapat undangan resmi dari lembaga lain.
Politisi NasDem itu menegaskan bahwa perjalanan dinas yang mengatasnamakan komisi atau alat kelengkapan DPRD secara perorangan kini telah dilarang.
“Kalau perjalanan dinas perorangan mengatasnamakan komisi atau alat kelengkapan lain, itu sudah tidak boleh lagi,” tegasnya.
Umar menambahkan, seluruh perjalanan dinas ke depan harus berbasis pada rencana kerja dan berdasarkan putusan alat kelengkapan DPRD. Tidak boleh lagi ada perjalanan dinas yang dilakukan secara mendadak tanpa dasar perencanaan yang jelas.
“Perjalanan dinas tidak bisa tiba saat tiba akal. Semua harus berbasis rencana kerja dan keputusan resmi alat kelengkapan DPRD,” jelasnya.
Lebih jauh Umar mengungkapkan ,Badan Kehormatan tidak akan ragu merekomendasikan persoalan perjalanan dinas yang menyimpang kepada aparat penegak hukum jika ditemukan indikasi pelanggaran yang merugikan keuangan negara.
“Jika masih ditemukan kesalahan seperti itu, BK akan langsung merekomendasikan ke penegak hukum,” tegasnya.
Ia mengakui bahwa selama ini BK menghadapi banyak laporan masyarakat, namun memiliki keterbatasan sumber daya. Bahkan, kata Umar, staf BK saat ini hanya satu orang, sehingga menyulitkan pengelolaan administrasi laporan dan persidangan etik.
“Intinya, jika laporan masyarakat sudah beraroma korupsi, langsung kami rekomendasikan ke APH. Ini juga bagian dari upaya menciptakan efek jera,” ujarnya.
Umar menuturkan meskipun mekanisme rekomendasi ke aparat penegak hukum tidak diatur secara eksplisit dalam Tata Tertib DPRD, langkah tersebut tetap wajib dilakukan karena BK tidak memiliki kewenangan menangani perkara pidana.
“Karena BK tidak punya kewenangan pidana, maka tidak bisa diselesaikan hanya dengan pelanggaran kode etik. Ini demi ketaatan pada peraturan perundang-undangan,” pungkasnya.














