Example floating
Example floating
Example 728x250
News

Pernyataan Fanly Katili Soal Nepotisme Dikritik Ahli Hukum, Dr. Apriyanto: Harus Baca UU Secara Utuh

REDAKSI
14
×

Pernyataan Fanly Katili Soal Nepotisme Dikritik Ahli Hukum, Dr. Apriyanto: Harus Baca UU Secara Utuh

Sebarkan artikel ini
Dr. Apriyanto Nusa, SH., MH

HESTEK.CO.ID – Pembentukan tim kerja oleh Bupati Bone Bolango terus menuai sorotan dari berbagai pihak. Kebijakan tersebut dinilai sebagian kalangan berpotensi melanggar ketentuan nepotisme sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.

Isu ini mencuat setelah pernyataan Fanly Katili yang disampaikan melalui salah satu media online dengan judul “Jangan Paksakan Nepotisme Dalam Bingkai Diskresi, Kuasa Hukum Bisa Jungkirkan Bupati Bonbol ke Pidana”. Fanly menilai kebijakan Bupati Bone Bolango berpotensi masuk dalam kategori tindak pidana nepotisme.

Menanggapi kesimpulan tersebut, ahli pidana Dr. Apriyanto Nusa, SH., MH menegaskan bahwa penilaian terhadap suatu tindakan sebagai tindak pidana tidak dapat dilakukan secara sederhana. Menurutnya, seluruh unsur tindak pidana harus diuji secara cermat.

“Menilai suatu peristiwa sebagai tindak pidana harus memperhatikan setiap elemen yang mengatur perbuatan tersebut. Selain itu, perlu diuji apakah terdapat keadaan yang dapat menghapus pertanggungjawaban pidana, baik alasan pembenar maupun pemaaf. Jika hal ini tidak diperhatikan, penalaran hukum pidana justru dapat menyesatkan publik,” ujarnya, Selasa (18/11/2025).

Dr. Apriyanto menjelaskan bahwa Pasal 22 UU 28/1999 mengatur pidana bagi penyelenggara negara yang melakukan nepotisme, namun ketentuan ini harus dibaca bersama Pasal 5 angka 4 serta Pasal 1 angka 5 yang memberikan definisi otentik tentang nepotisme.

Dalam Pasal 1 angka 5 dijelaskan bahwa nepotisme adalah setiap tindakan penyelenggara negara yang secara melawan hukum menguntungkan keluarga atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.

“Definisi otentik ini adalah ruh dari ketentuan pidananya. Intinya adalah adanya tindakan menguntungkan keluarga atau kroni secara melawan hukum,” tegas Dr. Apriyanto, yang juga Tenaga Ahli Hukum Pemerintah Kabupaten Bone Bolango itu.

Menurut Dr. Apriyanto, pengangkatan tim kerja oleh Bupati Ismet Mile harus dilihat sebagai tindakan pejabat administrasi dalam kapasitasnya sebagai kepala daerah, bukan sebagai tindakan pribadi kepada anggota keluarganya.

Secara administratif, pengangkatan tim kerja tersebut tertuang dalam Keputusan Bupati Bone Bolango Nomor 51.a/KEP/BUP.BB/101/2025 tentang Pembentukan Tim Kerja Bupati Pendukung Visi, Misi, dan Program Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2025.

“Karena pengangkatan itu dilakukan berdasarkan kewenangan kepala daerah, maka unsur melawan hukum dalam dugaan nepotisme menjadi gugur. Dengan demikian, tindakan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana karena terdapat alasan pembenar,” jelasnya.

Dr. Apriyanto menambahkan, sekalipun ada yang menilai terdapat cacat administratif dalam penetapan tim kerja tersebut, hal itu tidak serta-merta membatalkan keputusan bupati karena adanya asas praduga rechtmatig, yaitu setiap keputusan pejabat tata usaha negara dianggap sah selama belum dibatalkan oleh pengadilan.

Karenanya, ia menilai pihak yang mempersoalkan legitimasi SK tersebut seharusnya menempuh jalur hukum yang tepat.

“Jika Saudara Fanly Katili ingin mempertanyakan legalitasnya, maka jalur yang benar adalah melalui gugatan administrasi di Pengadilan Tata Usaha Negara. Di sana akan diuji apakah keputusan tersebut melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik,” tegasnya.

Diakhir keterangannya, Dr. Apriyanto menyebut bahwa polemik ini sebenarnya sudah tidak relevan mengingat Bupati Ismet Mile telah membatalkan tim kerja yang dimaksud, sesuai asas contrario actus.