HESTEK.CO.ID – Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menanggapi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pelaksanaan pemilu legislatif nasional dan daerah. Ia menyoroti potensi perpanjangan masa jabatan anggota DPRD periode 2024–2029 karena pemilu daerah kemungkinan baru bisa digelar pada 2031 jika mengikuti ketentuan MK tersebut.
“Adanya jeda waktu antara 2029 hingga 2031 untuk pelaksanaan pemilu daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, memerlukan aturan transisi. Untuk posisi kepala daerah seperti gubernur, bupati, atau wali kota, bisa saja diisi oleh penjabat sebagaimana praktik sebelumnya. Namun, untuk anggota DPRD, satu-satunya solusi adalah memperpanjang masa jabatannya,” ungkap Rifqinizamy kepada media, Jumat (27/6/2025).
Ia menegaskan bahwa Komisi II DPR menghormati keputusan MK dan akan menjadikannya bahan pertimbangan utama dalam menyusun revisi terhadap Undang-Undang Pemilu yang akan datang.
“Sebagai Ketua Komisi II, saya menyatakan bahwa kami sangat menghormati pendapat hukum Mahkamah Konstitusi terkait pemisahan pemilu nasional dan lokal. Putusan ini tentu menjadi salah satu acuan penting dalam proses penyusunan revisi UU Pemilu ke depan,” jelasnya.
Menurut Rifqinizamy, Komisi II akan merancang skema terbaik dalam implementasi pemilu terpisah ini. Ia menyebut pentingnya merancang norma transisi agar pelaksanaan tetap berjalan sesuai konstitusi dan tidak mengganggu stabilitas pemerintahan daerah.
“Putusan MK ini akan menjadi fokus penting dalam langkah-langkah lanjutan kami, khususnya dalam membentuk arah politik hukum nasional. Kami perlu mengkaji dan menguji berbagai alternatif format pelaksanaan pemilu nasional dan lokal agar bisa berjalan dengan efektif,” lanjutnya.
Ia juga menambahkan, salah satu tantangan teknis yang muncul adalah merumuskan waktu ideal penyelenggaraan pemilu lokal setelah pemilu nasional dilaksanakan pada 2029. Berdasarkan asumsi yang berkembang, pemilu daerah kemungkinan baru bisa digelar dua tahun kemudian, yakni pada 2031.
Sebelumnya, MK menetapkan bahwa pemilu nasional dan daerah harus dilaksanakan secara terpisah. Dalam putusannya, MK menegaskan bahwa jarak antara keduanya tidak boleh lebih cepat dari dua tahun atau lebih lambat dari dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan DPD atau pelantikan Presiden dan Wakil Presiden.
“Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 dinyatakan bertentangan secara bersyarat dengan UUD 1945, apabila ke depan tidak dimaknai bahwa pemilihan kepala daerah dan DPRD dilaksanakan secara serentak paling cepat dua tahun atau paling lambat dua tahun enam bulan setelah pelantikan nasional,” demikian bunyi amar putusan yang dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo, Kamis (26/6).