Example floating
Example floating
Example 728x250
Kabar UtamaTajuk Rencana

Dana Rp200 Triliun Harus untuk Rakyat, Bukan Bancakan Investor

REDAKSI
95
×

Dana Rp200 Triliun Harus untuk Rakyat, Bukan Bancakan Investor

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi. FOTO IST

PEMERINTAH telah menarik dana sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia (BI) dan menempatkannya di 5 (lima) himpunan bank milik negara (Himbara), dengan tujuan memperkuat likuiditas dan menyalurkan kredit produktif ke sektor riil.

Kelima bank tersebut yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk.

Example 300x600

Dari total Rp200 triliun, masing-masing BRI, Bank Mandiri, dan BNI memperoleh Rp55 triliun, BTN Rp25 triliun, sementara BSI mendapatkan Rp10 triliun. Dana tersebut ditempatkan dalam bentuk deposito on call.

Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025 mengenai penempatan uang negara, dalam rangka pengelolaan kas untuk mendukung program pemerintah sekaligus menjaga stabilitas ekonomi.

Kebijakan ini seharusnya menjadi angin segar bagi perekonomian rakyat, terutama di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang kian rapuh. Namun, penyaluran dana sebesar itu harus dikawal secara ketat agar tidak melenceng dari tujuan awalnya.

Salah satu resiko yang perlu diwaspadai adalah jika dana jumbo ini mengalir ke sektor investasi besar, seperti perkebunan kelapa sawit. Realitas dilapangan memperlihatkan masyarakat di daerah sentra perkebunan sawit tidak otomatis sejahtera, bahkan sebaliknya menderita.

Banyak penelitian mencatat masyarakat di sekitar perkebunan sawit justru tidak merasakan peningkatan taraf hidup yang signifikan. Manfaat bagi masyarakat lokal sangat minim, buruh sawit masih berhadapan dengan upah rendah, sementara lahan rakyat semakin menyempit.

Sejarah panjang ekspansi sawit bahkan menunjukkan bahwa kehadirannya tidak selalu menghadirkan kesejahteraan di daerah, namun justru yang kerap terjadi adalah persoalan sosial, konflik lahan, hingga tekanan ekologis yang mengancam keberlanjutan lingkungan.

Industri kelapa sawit bahkan kerap memicu konflik agraria berkepanjangan. Ribuan hektare tanah adat dan pertanian rakyat berubah menjadi perkebunan monokultur, kondisi ini dipastikan dapat melemahkan kedaulatan pangan lokal, serta memperlebar jurang ketimpangan sosial.

Menyalurkan dana triliunan tersebut ke ekspansi perkebunan sawit berarti memperbesar keuntungan segelintir pemodal besar, tanpa menjawab kebutuhan mendesak rakyat. Padahal dana ini dapat diarahkan ke sektor lain yang lebih inklusif.

Mandat utama dari kebijakan ini sangat jelas, yakni menghidupkan ekonomi rakyat. Kredit produktif seharusnya diarahkan ke UMKM, koperasi, sektor pangan, dan industri kecil menengah yang terbukti memberi dampak langsung bagi masyarakat luas.

Sektor-sektor ini terbukti lebih tangguh menyerap tenaga kerja dan menopang ekonomi daerah. Dengan akses pembiayaan murah dari dana tersebut, dipastikan bisa tumbuh pesat dan memberi multiplier effect yang jauh lebih besar. Bayangkan jika jutaan usaha kecil mendapatkan modal tambahan, pasar lokal hidup, daya beli masyarakat meningkat, dan kesejahteraan tersebar lebih merata.

Catatan lain industri sawit saat ini masih menghadapi sorotan internasional terkait deforestasi dan emisi karbon, isu global yang tidak bisa diabaikan. Menyalurkan dana publik ke sektor yang penuh kontroversi ini sama saja mempertaruhkan reputasi negara di mata dunia. Pemerintah seharusnya mendorong sektor yang berorientasi pada energi hijau, hilirisasi industri, dan pangan berkelanjutan.

Oleh karena itu, DPRD dan masyarakat sipil harus bersuara lantang. Pemerintah pusat perlu membuat mekanisme pengawasan ketat agar dana ini benar-benar tersalur ke sektor produktif yang inklusif, bukan menjadi bancakan bagi korporasi besar. Setiap rupiah dari Rp200 triliun itu adalah milik rakyat, maka manfaatnya harus kembali ke rakyat.

Kebijakan dana Rp200 triliun ini tidak boleh keluar dari rel. Menyalurkannya ke investasi besar seperti sawit atau investasi sejenisnya sama saja mengkhianati semangat kebijakan itu sendiri. Editorial ini menegaskan, dana rakyat bukan untuk memperkaya investor besar, melainkan untuk mengangkat martabat rakyat kecil dan pemerintah harus berani memastikan itu. ***

Example 120x600