POLEMIK pengangkatan anak kandung Bupati sebagai Tim Kerja Bupati Bone Bolango masih terdengar riuh dalam pemberitaan media akhir-akhir ini.
Bahkan terdengar adanya tuduhan “nepotisme” dibalik pengangkatan tim kerja dimaksud sebagimana pernyataan Fanly Katili yang menyebutkan tentang Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Menurut penulis, pernyataan Fanly Katili yang menyebut bahwa Pasal 5 ayat (4) UU aquo, yang materi muatannya mengatur “setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme menunjukan bahwa Fanly Katili tidak memahami secara substansi Pasal 5 ayat (4) UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Hal ini dapat dilihat dari 2 (dua) hal:
Pertama: Definisi nepotisme dalam Pasal 5 ayat (4) disebutkan dalam Pasal 1 angka 5 UU 28/1999 yang menegaskan bahwa nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat , bangsa dan negara.
Berdasarkan definisi nepotisme secara otentik ini, esensinya terletak pada unsur ‘melawan hukum” pada tindakan/perbuatan penyelenggara negara yang dianggap menguntungkan keluarganya atau kroninya”.
Arti dari unsur melawan hukum ini merupakan pelanggaran terhadap formiele wederrechtelijke yaitu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Adapun atas pengangkatan anak Bupati sebagai Tim Kerja, ini bukanlah tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, sebab Bupati sebagai pejabat administrasi bisa bertindak berdasarkan kewenangan dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan.
Hal tersebut telah diatur dalam Pasal 6 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang menegaskan bahwa : “Pejabat Pemerintahan memiliki hak untuk menggunakan kewenangan dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan.
Salah satu penegasan atas hak menggunakan kewenangan tersebut adalah salah satunya hak menetapkan keputusan berbentuk tertulis atau elektronis dan/atau menetapkan tindakan (Pasal 6 ayat 2 huruf c).
Perihal pengangkatan Tim Kerja oleh Bupati Bone Bolango Ismet Mile itu telah dilaksanakan dengan menetapkan keputusan berbentuk tertulis sebagaimana amanat Pasal 6 ayat (2) huruf c UU 30/2014, berdasarkan Keputusan Bupati Bone Bolango Nomor : 51.a/KEP/BUP.BB/101/2025 tentang Pembentukan Tim Kerja Bupati Pendukung Visi, Misi, dan Program Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2025.
Atas penjelasan tersebut maka pengangkatan tim kerja yang melibatkan dua anak Bupati Ismet mile tersebut tidak memenuhi unsur melawan hukum dalam definisi nepotisme pada Pasal 5 ayat (4) UU 28/1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Kedua: Jika menggunakan UU No. 28/ 1999, penanganan terhadap dugaan nepotisme memiliki hukum acara khusus (lex specialis) melalui Komisi Pemeriksa yang dibentuk Presiden selaku kepala negara.
Tugas dan wewenang Komisi Pemeriksa diatur dalam Pasal 17 ayat (2) UU 28/1999, yang salah satunya adalah melakukan penyelidikan atas inisiatif sendiri mengenai hara kekayaan penyelenggara negara yang diduga melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme atau meminta dokumen dari pihak-pihak yang terkait dengan penyelidikan harta kekayaan penyelenggara negara yang bersangkutan.
Jikapun terhadap pengangkatan kedua anak Bupati sebagai Tim Kerja dianggap sebagai tindakan yang bertentangan dengan asas-asas umum pemeritahan yang baik, tindakan yang dilakukan semestinya mengajukan gugatan administasi ke PTUN atas penerbitan surat Keputusan Bupati Bone Bolango Nomor : 51.a/KEP/BUP.BB/101/2025 tentang Pembentukan Tim Kerja Bupati Pendukung Visi, Misi, dan Program Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2025. Sebab sepanjang beschikking tersebut belum dibatalkan tetap dianggap berlaku (asas praduga rechtmatig).
Namun untuk saat ini terhadap Tim Kerja yang dibentuk oleh Bupati Bone Bolango tersebut telah dinonaktifkan, dan ini merupakan wewenang administratif dari Bupati selaku pejabat administratif berdasarkan asas contrarius actus. ***
Penulis : Adnan Parangi, SH., MH. – Tim Kuasa Hukum Pemda Bone Bolango















