Scroll untuk baca artikel
banner 240x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Opini

Noel: Nyopet, Meras, dan Pikiran Bawah Sadar

REDAKSI
22
×

Noel: Nyopet, Meras, dan Pikiran Bawah Sadar

Sebarkan artikel ini
A Sapto Anggoro. FOTO IST

MASYARAKAT Indonesia pada pekan lalu dikagetkan dengan tertangkapnya Emanuel Ebenezer Gerungan, seorang wakil menteri tenaga kerja, yang ketangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan (OTT).

Ia ditangkap bersama 10 pejabat dan staf kementerian dan pihak perusahaan dalam kasus pemerasan terhadap perusahaan untuk mendapatkan sertifikasi keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

Example 300x600

KPK setelah mengumpulkan berbagai bukti dan mempelajari kasusnya, dalam waktu cepat langsung menyatakan 11 orang termasuk Noel sebagai tersangka.

Presiden Prabowo Subianto kemudian meneken SK untuk memberhentikan Immanuel Ebenezer (biasa dipanggil Noel) dari jabatannya sebagai Wakil Menteri Ketenagakerjaan. Hal tersebut disampaikan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dalam pernyataan pers Jumat (22/8/2025).

Noel merupakan Wakil Menteri Ketenagakerjaan pada Kabinet Merah Putih Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka periode 2024-2029. Pria kelahiran 22 Juli 1975 itu menyandang gelar S1 Sosial dari Universitas Satya Negara Indonesia pada tahun 2004.

Nama Noel dikenal sebagai salah satu ketua kelompok relawan Presiden ke-7 RI Joko Widodo, Jokowi Mania (JoMan), saat perhelatan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024. Memasuki pilpres lalu, JoMan bertransformasi menjadi Prabowo Subianto Mania.

Ia mulai menjabat sebagai wamenaker sejak 21 Oktober 2024. Sepak terjang Noel kerap memicu kontroversi, salah satunya ketika mengomentari tagar #KaburAjaDulu.

“Mau kabur, kabur ajalah. Kalau perlu jangan balik lagi,” kata Noel ketika ditemui di kantor Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal oleh media.

Mengapa publik tersentak, dan seperti langsung percaya bahwa dia pasti korup, dan akan masuk penjara? Dalam jumpa pers, ketika digelendang di depan wartawan oleh kejaksaan, Noel menangis dan mengatakan akan minta amnesti pada presiden.

Dengan rencana permintaan pengampunan hukuman pada presiden yang dibenarkan secara konstitusi, secara tak langsung menunjukkan bahwa dia merasa bersalah (guilty feeling).

Kontroversi Noel

Noel memang kontroversi. Selain komentarnya yang sangak terhadap masyarakat dalam kasus #KaburAjaDulu, di mana sebagai menteri bertanggung jawab atas penyediaan lapangan kerja yang mana Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menjanjikan 19 juta lapangan kerja tapi tidak diwujudkan bahkan program rencana kerja kementeriannya, alih-alih menyediakan lapangan kerja malah lepas tangan dengan menjawab: Kabur saja dan tak usah pulang sekalian. Sikap yang ironis, antagonis, dan mengabaikan bahkan menantang publik. 

Lebih kontroversi lagi, Noel yang aktivis mahasiswa 1998 dengan reputasi menggulingkan pemerintahan Orde Baru, dalam banyak kesempatan menyatakan akan menyikat koruptor. Menemui jaksa agung menyatakan dukungan bahwa koruptor agar dihukum mati.

Noel begitu menjabat wakil menteri tancap gas. Dia rajin mendatangi perusahaan yang tidak pro pada tenaga kerja, katanya tindakannya mendapat banyak dukungan karena dirinya tidak memeras, tidak minta jatah, dan tidak minta saham.

Dalam kesempatan lain, di media mainstream maupun sosial media jejak digitalnya jelas: gaji dan tunjangannya tak terlalu besar, hanya 46 juta rupiah per bulan, tidak cukup untuk mengurusi kegiatannya secara luas se Indonesia. Lalu ditanya pewawancara, bagaimana untuk menutupi kalau tidak cukup: “Ya nyopet!”.

Begitu dia kena OTT, publik lalu membuka file ucapan-ucapan kontroversinya yang sok suci, bukan memeras, antikorupsi sampai hukum mati, dan nyopet. Alih-alih dia tidak memusuhi korupsi, tapi dia justru bagian dari koruptor itu sendiri, pemeras (sesuai sangkaan KPK), dan pencopet!

Perilaku Noel tersebut adalah contoh menarik tentang dua kemungkinan, yakni pendekatan logika terbalik atau perwujudan pikiran bawah sadar. Logika terbalik mungkin tidak terlalu signifikan karena bukan dari pengakuan dahulu lalu diuji pengakuannya meski sebenarnya pembuktiannya dia nyopet dan meras terjadi.

Namun menarik juga dilakukan pendekatan dari teori alam pikiran bawah sadar (subconscious mind). Kasus Noel yang dikenal vokal menentang korupsi namun justru menjadi tersangka pemerasan adalah contoh menarik dari konflik antara citra sadar dan dorongan bawah sadar. Psikologi punya beberapa lensa tajam untuk menjelaskan paradoks semacam ini: melalalui mekanisme proyeksi (Sigmung Freud), citra diri dan bayangan (Carl Jung), atau kognitif disonansi / ketidaknyamanan psikologis (Leon Fostinger).

Freud dalam The Interpretation of Dreams (1900) membahas tentang pemikiran bawah sadar sebagai pusat dari dinamika psikologis manusia. Di sini Freud  menyampaikan fondasi dari teori psikoanalisis yang mengubah cara kita memahami pikiran dan perilaku.

Seseorang bisa menolak mengakui dorongan negatif dalam dirinya, lalu memproyeksikan itu ke orang lain. Padahal mengarah ke dirinya sendiri. Dalam hal ini, seruan “hukum mati koruptor” bisa jadi bukan hanya idealisme, tapi juga bentuk penyangkalan terhadap dorongan koruptif dalam dirinya sendiri.

Sementara Carl Jung yang membahas secara detil alam pikiran bawah sadar dalam “Buku Merah” (Liber Novus), mendokumentasikan eksplorasinya sendiri melalui imajinasi aktif dan visi batinnya. Pendekatan kasus Noel, bisa dibahas tentang pertarungan antara citra diri dan bayangan (shadow self) atau diri yang ditolak atau disembunyikan.

Pikiran Bawah Sadar

Ketika seseorang membangun citra publik sebagai pejuang antikorupsi, bayangan koruptif bisa tetap hidup di bawah sadar dan muncul dalam tindakan saat kontrol etis melemah. Noel karena merasa di atas angin, dihormati atau dipuja sekitarnya, merasa digdaya, melemahkan etika diri, sehingga lepas kontrol.

Leon Festinger dalam Teori Disonansi Kognitif (A Theory of Cognitive Dissonance) meski tidak secara langsung membahas tentang pikiran bawah sadar, tetapi menjelaskan bagaimana ketidaksesuaian antara pikiran dan perilaku menyebabkan ketidaknyamanan mental yang mendorong seseorang untuk mengubah pikiran atau perilakunya guna mencapai konsistensi internal, yang secara implisit melibatkan proses kognitif yang tidak disadari.

Di dalam pikiran Noel, bisa jadi terjadi ketegangan psikologis ketika tindakan (memeras) bertentangan dengan keyakinan (antikoprupsi). Untuk meredam disonansi atau ketidaknyamanan, seseorang bisa merasionalisasi tindakan dengan mengatakan misalnya, “saya hanya ikut sistem, saya dijebak, atau saya perlu tambahan operasional.”, sebagai pembenar untuk memeras dan nyopet (dalam arti sesungguhnya).

Lebih parah lagi, kekuatan alam bawah sadar Noel itu ternyata tak lama setelah dia menjabat. Noel mulai menjabat sebagai Wamenaker pada Oktober 2024. Dia tahu adanya pemerasan mengenai pengurusan sertifikasi K3, bukan malah membereskan tapi dia malah minta jatah.

Permintaan jatah perasan dilakukan pada November, kemudian penerimaan uang dilakukan pada Desember 2024. Dari bulan itu sampai sebelum OTT? Dia tampak sok suci dan antikorupsi. Menurut Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto kepada pers, Wakil Menteri Ketenagakerjaan saat itu, Immanuel Ebenezer Gerungan (IEG), meminta uang Rp3 miliar setelah mengetahui ada dugaan praktik pemerasan dalam pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

“Ngomongnya untuk renovasi rumah,” ujar Setyo saat dikonfirmasi, Sabtu (23/8/2025).

Menurut KPK, uang itu disebut untuk merenovasi rumahnya di Cimanggis, Jawa Barat, meski hingga kini renovasi tersebut belum terealisasi.

Sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah regulasi yang mewajibkan perusahaan dengan pekerja di atas 100 orang atau usaha yang berpotensi potensi bahaya tinggi (pertambangan, migas, konstruksi, dll), termasuk tenaga kerja yang menangani langsung peralatan berisiko tinggi seperti boiler, pesawat angkat, atau sistem kelistrikan.

Hal itu dituangkan dalam regulasi, Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, dengan turunan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen K3 (SMK3), Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) sesuai jenis pelatihan K3, seperti Ahli K3 Umum, Operator Pesawat Angkat, Petugas P3K, dan Fire Safety. Apabila perusahaan tidak segera menyertifikatkan pekerjanya akan mendapat sanksi hukum baik denda, kurungan, bahkan badan (badan hukum/usaha).

Biaya resmi sertifikasi K3: Rp 275.000, namun biaya tak resminya hingga Rp 6.000.000 per sertifikat. Bila tidak dipenuhi permintaannya, perusahaan dipersulit mendapatkan sertifikat. Alih-alih, sebagai wakil menteri tenaga kerja yang memfasilitasi perusahaan agar nyaman berusaha dan memberikan lapangan kerja sebanyak-banyaknya pada masyarakat, malah diperas sehingga perusahaan susah berusaha, dan rakyat semakin kecil peluangnya mendapat pekerjaan.

Secara tak langsung, ini mengkonfirmasi pikiran bawah sadarnya bahwa dia abai (menghindar) pada tugas pokok kementerian tenaga kerja untuk menyediakan pekerjaan, lalu menyilakan: Kabur saja ke luar negeri, kalau perlu tak usah kembali.

Kita tentu tidak mempermasalahkan masa sulit kehidupan Noel yang mulai dari survival untuk hidupnya yang keras sebagai driver ojol, lalu merangsek melalui “jalan pintas” sebagai relawan kekuasaan sampai mendadak jadi komisaris anak perusahaan BUMN lalu menjadi wakil menteri.

Namun dari catatan ini, bisa dicatat bahwa untuk menduduki jabatan tinggi, tidak harus ujug-ujug tapi perlu pengalaman, reputasi yang teruji, agar Indonesia tidak gelap tapi sedikit remang-remah, bahkan terang-benderang. ***

Penulis : A Sapto Anggoro – Pendiri Yayasan Padepokan ASA, Anggota Dewan Pers (2022-2025), Anggota Pendiri .id Registry (PANDI), Pendiri Nest Technologi Teradata

 

Example 120x600
Example 300250