HESTEK.CO.ID – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I tahun 2025 sebesar 4,87 persen secara tahunan (yoy), dengan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 5.665,9 triliun dan atas dasar harga konstan Rp 3.264,5 triliun.
Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyatakan bahwa capaian ini menunjukkan ketahanan ekonomi domestik meskipun terjadi perlambatan global.
“Pertumbuhan ini menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia masih tetap tumbuh di tengah perlambatan ekonomi global dan tantangan geopolitik,” ungkap Amalia dalam keterangan pers awal Juli 2025 lalu.
Namun, secara kuartalan (q-to-q), ekonomi justru mengalami kontraksi sebesar –0,98 persen, mencerminkan penurunan aktivitas domestik usai periode akhir tahun.
Pemerintah Revisi Target Ekonomi 2025
Terpisah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan bahwa pemerintah merevisi target pertumbuhan ekonomi tahun 2025 menjadi 4,7–5,0 persen, dari target sebelumnya di APBN sebesar 5,2 persen.
“Kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2025 pada kisaran 4,7–5 persen untuk semester II, sehingga secara keseluruhan antara 4,7–5 persen,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR RI, Selasa (1/7/2025).
“Pemerintah akan mencoba melakukan berbagai langkah untuk memitigasi sehingga pertumbuhan ekonomi bisa mendekati atau tetap terjadi di angka 5 persen,” lanjutnya, melansir detikFinance.
Ia juga menegaskan bahwa belanja negara akan tetap diarahkan sebagai instrumen fiskal yang antisipatif dan responsif untuk menjaga momentum pemulihan.
Industri Manufaktur Melemah, Butuh Stimulus Tambahan
Di sisi lain, sektor manufaktur masih mengalami tekanan. Berdasarkan laporan S&P Global, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia untuk Juni 2025 berada di level 46,9, menandai kontraksi selama tiga bulan berturut-turut.
Angka ini menunjukkan penurunan produksi dan permintaan baik dari pasar domestik maupun ekspor.
“Kondisi pasar yang lemah menyebabkan perusahaan menahan produksi dan membatasi perekrutan tenaga kerja,” demikian pernyataan dalam laporan resmi S&P Global, dalam situs tradingeconomics.com.
Catatan Analis: Butuh Sinergi Moneter dan Fiskal
Ekonom INDEF Nailul Huda menyarankan agar pemerintah dan Bank Indonesia memperkuat sinergi kebijakan untuk merespons pelemahan sektor riil.
“Revisi target ekonomi bukan hal buruk, tapi harus dibarengi percepatan belanja, insentif usaha, dan dorongan terhadap konsumsi masyarakat kelas menengah ke bawah,” ujar Nailul melalui akun X pribadinya @NailulHuda.