HESTEK.CO.ID – Rapat Tim Teknis Komisi Penilai AMDAL / Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup Provinsi Gorontalo, Rabu (19/11/2025), berubah menjadi polemik besar setelah sejumlah wartawan diusir oleh petugas DLHK Provinsi Gorontalo.
Awak media massa yang hendak meliput jalannya pembahasan itu justru dihalangi, padahal agenda tersebut menyangkut kepentingan publik yang sangat luas.
Rapat yang idealnya menjadi ruang transparansi itu mendadak dibuat tertutup. DLHK berdalih hanya tamu undangan yang diizinkan masuk ke ruang rapat.
Padahal, forum tersebut membahas Adendum AMDAL dan RKL-RPL Tipe A, terkait rencana kegiatan pengelolaan dan pemurnian biji emas oleh PT. Pani Bersama Tambang (PBT), sebuah proyek pertambangan besar yang berdampak langsung pada masyarakat Pohuwato dan Gorontalo.
Pembahasan AMDAL itu juga melibatkan unsur masyarakat, pemerhati lingkungan, LSM, Pemerintah Kabupaten Pohuwato, hingga Pemerintah Provinsi Gorontalo.
Dengan keterlibatan berbagai pihak strategis ini, pembatasan akses media massa justru memunculkan pertanyaan besar, apa yang sebenarnya sedang ditutup-tutupi?
Salah satu wartawan Gorontalo, Jhojo Rumampuk, bersama rekan-rekannya mengaku dihalangi memasuki ruang rapat, bahkan diminta keluar oleh petugas DLHK.
“Ini pembahasan menyangkut kepentingan publik. Kenapa media justru dilarang masuk? Ada apa? Saya menduga kuat ada informasi yang sengaja ditutupi oleh DLHK,” kata Jhojo Rumampuk.
Ia menilai tindakan tersebut tidak hanya mencederai prinsip transparansi, tetapi juga melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“DLHK secara terang-terangan melanggar Pasal 18 ayat (1) UU Pers. Menghambat tugas jurnalistik adalah tindakan pidana. Ini preseden buruk bagi kemerdekaan pers di Gorontalo,” tegasnya.
Menurutnya rapat AMDAL sendiri merupakan proses krusial yang menentukan apakah suatu kegiatan industri berdampak besar, seperti pengolahan biji emas di Gorontalo layak lingkungan atau tidak.
Karena itu, kata Jhojo, keterbukaan informasi menjadi syarat mutlak sesuai prinsip partisipatif, transparan, dan akuntabel. Namun tindakan DLHK justru berlawanan dengan prinsip tersebut.
“Pengusiran terhadap kami di tengah isu pelik pertambangan PBT hanya mempertebal dugaan publik, bahwa ada informasi yang disembunyikan, ada dinamika internal yang ingin ditahan dari sorotan media, atau bahkan ada tekanan dari pihak tertentu terhadap proses AMDAL,” imbuh Jhojo.
Hingga berita ini diterbitkan, DLHK Provinsi Gorontalo belum memberikan penjelasan yang komprehensif, hanya menyebut bahwa rapat tersebut khusus bagi tamu undangan.
Padahal, agenda yang berdampak pada ribuan masyarakat Pohuwato itu semestinya terbuka bagi insan pers, sebagai bagian dari pengawasan publik.








