HESTEK.CO.ID — Sidang Paripurna DPRD Provinsi Gorontalo pada 8 Desember 2025 resmi menetapkan laporan dan rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) Pertambangan sebagai produk lembaga.
Namun penetapan itu bukan akhir, melainkan awal dari pekerjaan besar yang kini harus dituntaskan Pemerintah Provinsi Gorontalo.
Ketua Pansus Pertambangan, Meyke Camaru, menegaskan bahwa dokumen yang disusun melalui rangkaian pembahasan dan peninjauan lapangan tersebut telah menginventarisasi seluruh persoalan pertambangan di Gorontalo.
“Kami telah menginventarisasi kondisi dan persoalan tambang di lapangan. Hasilnya menghasilkan sejumlah rekomendasi yang perlu segera ditindaklanjuti oleh Gubernur dan Pemerintah Provinsi,” kata Meyke, Senin (08/12/2025).
Meyke juga menegaskan bahwa rekomendasi itu kini bukan lagi milik pansus. “Dokumen ini kini menjadi produk DPRD dan harus menjadi dasar pemerintah dalam mengambil langkah lanjutan,” ungkapnya.
Penetapan rekomendasi tersebut membuka kembali persoalan mendasar yang selama ini menumpuk—mulai dari tumpang tindih izin, aktivitas tambang rakyat tanpa legalitas, hingga lemahnya pengawasan lingkungan.
DPRD menilai pelaksanaan pertambangan selama bertahun-tahun berjalan tanpa kepastian hukum dan minim kontrol.
Dalam rekomendasinya, Pansus menekankan pentingnya pendekatan humanis kepada para penambang. Edukasi, penataan teknologi tambang, serta percepatan penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) menjadi poin penting yang harus segera dijalankan.
“Prinsipnya, tata kelola pertambangan di Gorontalo harus dilakukan secara persuasif, memberikan edukasi kepada para penambang, dan mempercepat penerbitan IPR,” kata Meyke.
Namun, pendekatan persuasif saja dinilai tidak cukup jika tidak dibarengi keberanian pemerintah memperbaiki sistem perizinan, menegakkan aturan, dan menguatkan pengawasan risiko ekologis.
Penambang rakyat membutuhkan kepastian hukum, sementara pemerintah dituntut memastikan aktivitas tambang tidak merusak lingkungan.
Rekomendasi Pansus diyakini dapat menjadi peta jalan reformasi sektor pertambangan di Gorontalo. Jika pemerintah mampu menerjemahkannya dalam kebijakan konkret, perbaikan tata kelola tambang berpeluang besar terwujud.
Namun jika dokumen ini hanya berakhir sebagai arsip, Gorontalo berpotensi kembali terjebak dalam permasalahan yang sama dari tahun ke tahun.
Kini semua bergantung pada kemauan politik Pemerintah Provinsi Gorontalo. Apakah rekomendasi DPRD ini akan menjadi fondasi perubahan? Atau kembali tersimpan rapih di laci birokrasi tanpa arah tindak lanjut?














