HESTEK.CO.ID – Perbedaan pendapat antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) tentang status tersangka Kepala Basarnas, Henri Alfiandi, dalam kasus dugaan korupsi akhirnya ditutup “permintaan maaf” oleh pimpinan KPK.
Permintaan maaf itu disampaikan Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, di kantornya, pada Jumat (28/07/2023) sore, seusai bertemu Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI, Marsekal Muda R Agung Handoko.
“Kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, kelupaan, bahwasannya manakala ada keterlibatan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani,” kata Johanis.
Agung Handoko menemui pimpinan KPK setelah pihaknya menggelar jumpa pers resmi di Mabes TNI, yang isinya menyatakan status tersangka Henri Alfiandi menyalahi aturan.
Menurutnya, Henri saat menjalankan tugasnya sebagai Kabasarnas masih berstatus TNI aktif. Sehingga penetapan tersangka bagi anggota TNI aktif tidak bisa sembarangan dilakukan selain Pupom TNI.
“Menurut kami apa yang dilakukan oleh KPK untuk menahan personel militer menyalahi aturan,” kata Agung.
Sebelumnya pada Rabu (26/07/2023), KPK telah menetapkan Henri Alfiandi sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas.
Lembaga antirasuah ini juga menetapkan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letnan Kolonel Arif Budi Cahyanto, sebagai tersangka kasus yang sama.
Menanggap status tersangka atas dirinya, Henri Alfiandi langsung bereaksi. Dia juga mempertanyakan wewenang KPK menangkapnya, karena dirinya masih berstatus anggota TNI saat proyek itu berjalan.
“Ya diterima saja (status tersangka), hanya kok enggak lewat prosedur ya, kan saya militer,” kata Henri Alfiandi, Kamis (27/07/2023). ***