Berita  

Setuju Putusan MK, Bawaslu : Pemilu Serentak Rumit dan Membebani

ADMIN
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Puadi. Foto Ist
 

HESTEK.CO.ID – Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Puadi, menyambut positif putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan daerah. Ia menyebut langkah tersebut sebagai koreksi konstitusional penting terhadap model pemilu serentak yang selama ini dinilai terlalu kompleks dan membebani berbagai pihak.

“Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 adalah koreksi konstitusional yang sangat penting terhadap desain pemilu serentak. Format lama terlalu padat, rumit, dan membebani baik penyelenggara maupun pemilih,” ujar Puadi kepada wartawan, Sabtu (28/6/2025).

banner 120x600

Dengan adanya pemisahan antara pemilu nasional yang mencakup pemilihan presiden, anggota DPR, dan DPD serta pemilu daerah yang melibatkan pemilihan kepala daerah dan anggota DPRD, Puadi menilai ada potensi besar untuk meningkatkan mutu partisipasi publik. Ia menambahkan, pemisahan ini juga memberi ruang bagi penyelenggara pemilu untuk bekerja lebih fokus serta memungkinkan pengawasan berlangsung lebih efektif.

“Model ini memberikan kesempatan bagi pemilih untuk mengambil keputusan secara lebih rasional dan mendalam, tanpa tekanan informasi yang berlebihan dalam satu hari pemungutan suara,” katanya.

Terkait kemungkinan diperpanjangnya masa jabatan kepala daerah dan anggota DPRD akibat jeda waktu antara pemilu nasional dan daerah, Puadi menyebut hal itu sebagai konsekuensi transisi yang tidak terhindarkan. Namun ia menekankan pentingnya proses tersebut dijalankan secara transparan dan akuntabel.

“Yang paling utama adalah memastikan transisi ini tidak menjadi celah penyalahgunaan kekuasaan. Demokrasi elektoral bukan sekadar soal waktu pelaksanaan, tetapi juga bagaimana memastikan hasil pemilu mencerminkan kedaulatan rakyat secara adil dan bermartabat,” tegasnya.

Isi Putusan MK

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pemilu nasional dan daerah perlu diselenggarakan secara terpisah. MK menetapkan bahwa pemilu lokal mencakup pemilihan gubernur, bupati, wali kota, serta anggota DPRD dilaksanakan paling cepat dua tahun dan paling lambat dua tahun enam bulan setelah pelantikan Presiden, DPR, dan DPD.

Ketua MK Suhartoyo dalam amar putusannya menyatakan bahwa Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat jika ke depan tidak dimaknai sebagai pelaksanaan pemilu daerah yang terpisah dari pemilu nasional, dengan jarak waktu yang ditentukan.