Share :
HESTEK, JAKARTA – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman, menyebut program pencegahan KPK dinilai gagal mencegah potensi-potensi praktik korupsi para pejabat di Tanah Air.
Hal itu disampaikannya merespon adanya kasus Bupati Meranti yang terjaring OTT KPK, belum lama ini.
Seperti diketahui, Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil menjadi tersangka KPK karena diduga mengumpulkan setoran-setoran dari kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk kepentingan maju pemilihan gubernur pada 2024.
“Potensi-potensi korupsi ini akan makin membesar karena KPK juga gagal membuat pencegahan yang digaung-gaungkan, yang digembor-gemborkan periode ini akan membuat pencegahan yang hebat, sistem anggaran yang bagus, sistem promosi jabatan dan sebagainya bagus, sistem penggunaan kewenangan bagus, tidak disalahgunakan,” ujarnya.
“Tapi kenyataannya tidak ada, akhirnya supaya kelihatan bekerja ya melakukan OTT. Jadi akhirnya ya gagal, dari sisi pencegahan gagal, dari sisi penindakan gagal,” sambungnya mengutip detikcom.
Boyamin Saiman memilai biaya politik di Indonesia sangat tinggi, bahkan belum diawasi. Adanya kepala daerah korupsi disebutnya untuk modal ambisi politik karena kegagalan program pencegahan KPK.
Ia juga menyebut hampir semua calon kepala daerah biasanya berutang duit untuk maju dan memenangi pilkada. Jika terpilih, kata Boyamin, kepala daerah itu dalam periode pertama kepemimpinannya harus mengumpulkan uang untuk balik modal dan mencari biaya kampanye untuk periode kedua.
“Karena belum cukup balik modal kalau satu periode dan mungkin baru malu-malu kucing untuk korupsi. Maka berharap nanti bisa nyari uang sebanyak-banyaknya di periode kedua, maka dia berjuang untuk mendapatkan biaya untuk kampanye menjelang periode kedua. Dari mana uangnya didapat? Kalau mengandalkan gaji dan honor nggak cukup, maka mau nggak mau ya jalan pintas korupsi kan,” kata Boyamin kepada wartawan, Sabtu (8/4/2023).
Boyamin mengatakan banyak cara para kepala daerah melakukan korupsi. Diantaranya memperdagangkan pengaruh yang berkaitan dengan promosi jabatan, perizinan, proyek, hingga menyunat hak-hak pegawai.
“Berkaitan dengan SDM promosi jabatan, mestinya yang hebat, cerdas, dan berintegritas yang naik promosi. Tapi karena kebutuhan kepala daerah, maka yang dipromosikan adalah yang nyogok atau setoran. Terus berkaitan dengan kewenangan yang lain misalnya izin itu ya diberikan kepada yang nyogok,” ucapnya.
Mengapa Boyamin menganggap penindakan KPK saat ini gagal? Sebab, ia menyebut KPK menindak koruptor yang levelnya sekelas kepala daerah. Dia membandingkan dengan lembaga antirasuah di Malaysia yang berani menyasar para mantan perdana menteri.
“Sementara kalau Malaysia, SPRM Seruan Pencegahan Rasuah Malaysia itu sudah mengarah mantan-mantan perdana menteri, hebat-hebat. Kita malah semakin menurun, kalau dulu DPR-menteri, sekarang turun menjadi level bupati,” imbuhnya.
Editor : Hermansyah