Share :
HESTEK.CO.ID – Dua tokoh Golkar, Luhut Pandjaitan dan Bahlil Lahadalia adalah dua nama yang sempat diusulkan oleh sejumlah politisi senior Golkar untuk menjadi ketua umum menggantikan Airlangga lewat munaslub.
Politisi senior yang mengatasnamakan diri sebagai Eksponen Pendiri Golkar itupun kini mendorong agar munaslub dapat digelar pada bulan Juli 2023.
Menurut Lawrence TP Siburian, salah satu anggotanya, politisi senior Golkar sudah memberikan waktu selama satu tahun untuk Airlangga membenahi kepemimpinannya. Namun, sampai saat ini, hasilnya dianggap tidak nampak.
“Kita minta itu bulan Juli ini juga munaslub. Satu tahun dari kami yang sudah kami undur tahun lalu,” kata Lawrence Siribuan.
Lawrence membantah anggapan bahwa dorongan menggelar munaslub berkaitan dengan mencuatnya kasus dugaan korupsi yang menyeret nama Airlangga.
Ia mengeklaim, rencana menggelar munaslub muncul murni karena para senior jengah dengan Airlangga yang dianggap tidak mampu memimpin Golkar.
Indikatornya, kata Lawrence, status Airlangga sebagai calon presiden atau wakil presiden dari Golkar tidak jelas, begitu pula dengan arah koalisi Golkar.
“Nah ini kami, para senior dan organisasi pendiri, menilai, mendiskusikan, mengevaluasi ini soal leadership, ini soal ketidakmampuan dia untuk memimpin partai,” kata dia.
Lawrence menambahkan, dari berbagai nama kader Golkar yang sempat diusulkan untuk menggantikan Airlangga, ia menjagokan Luhut untuk memimpin ‘beringin’.
Kendati isu munaslub terus bergulir, pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menilai hal itu sulit terlaksana dalam waktu dekat.
Sebab, menurut Arya, sebagian besar Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar memilih bermain aman dengan tidak menyuarakan isu munaslub, supaya dapat berlaga di Pemilihan Umum (Pemilu) atau Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
“Dari sisi kemungkinan untuk memenuhi persyaratan dilaksanakannya munaslub masih berat karena daerah sekarang memilih untuk cari aman, karena mereka tidak mau juga karir politiknya (terancam),” kata Arya.
Arya berpandangan, pencalonan sebagai anggota legislatif dan kepala daerah menjadi alat Airlangga untuk ‘mengamankan’ kader-kadernya di daerah.
Sebab, pencalonan tersebut sangat bergantung kepada tanda tangan Airlangga sebagai ketua umum.
“Kalau daerahnya ikut main-main politik, mendesak munaslub, tentu dia akan bisa tidak dapat nomor urut satu, bisa enggak dicalonkan, jadi daerah juga khawatir,” kata dia.
Arya pun berpandangan, sikap tokoh-tokoh senior Golkar yang mulai mendorong munaslub tidak bakal banyak berpengaruh karena mereka tidak punya hak suara.
“Kalau daerahnya sudah mulai bergerak, itu baru bisa dilihat kans pelaksanaan munaslub, tapi kalau baru tokoh senior, Dewan Pembina, itu dia enggak punya hak suara,” kata Arya.
Akan tetapi, ia tidak memungkiri bahwa munaslub Golkar bisa saja terjadi jika ada peristiwa darurat, misalnya menyangkut kasus dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah yang menyeret Airlangga.
“Kecuali misalnya ada situasi-situasi darurat misalnya terkait perkembangan permintaan keterangan di Kejaksaan Agung, itu kan lain cerita,” tandasnya. ***