Berita  

Malaria dan PETI Kepung Pohuwato, Mahasiswa Soroti Lemahnya Penanganan Pemerintah

REDAKSI
Irfandi Jumaati, Mahasiswa Universitas Pohuwato. Foto Ist
 

HESTEK.CO.ID — Lonjakan kasus malaria di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak. Irfandi Jumaati, mahasiswa Universitas Pohuwato, menyampaikan keprihatinannya terhadap peningkatan kasus malaria yang dinilai mengancam kesehatan masyarakat, terutama di wilayah sekitar pertambangan.

Data Dinas Kesehatan Kabupaten Pohuwato mencatat jumlah kasus malaria mencapai 814 pada tahun 2023, naik menjadi 824 kasus pada 2024. Sementara itu, hingga April 2025, sudah terdapat 246 kasus baru, termasuk dua kematian yang terjadi pada Februari lalu di Kecamatan Dengilo dan Marisa.

banner 120x600

“Sebagai mahasiswa yang peduli terhadap kesehatan masyarakat, saya sangat prihatin. Peningkatan ini menunjukkan bahwa penanganan pemerintah belum cukup efektif,” ujar Irfandi dalam keterangannya, Selasa 29 April 2025.

Menurut Irfandi, mayoritas penderita malaria merupakan pekerja tambang dan keluarga mereka, termasuk anak-anak dan perempuan. Aktivitas tambang yang tak terkendali menyebabkan kerusakan lingkungan, menciptakan kubangan bekas galian yang menjadi tempat berkembang biak nyamuk Anopheles — vektor utama penularan malaria.

DPRD Kabupaten Pohuwato, Senin 28 April 2025, menggelar rapat kerja gabungan bersama satuan pelaksana tugas, pemerintah daerah, dan perwakilan desa. Salah satu agenda utama adalah pembahasan alokasi anggaran sebesar Rp 1,7 miliar untuk pencegahan dan penanganan malaria.

Irfandi mempertanyakan efektivitas penggunaan dana tersebut. “Anggaran sebesar itu seharusnya dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk penanganan langsung di lapangan. Jangan sampai hanya habis untuk perjalanan dinas, konsumsi rapat, atau kegiatan administratif semata,” tegasnya.

Ia juga menilai bahwa langkah-langkah yang telah dilakukan, seperti pembagian kelambu dan penyuluhan kesehatan, belum cukup efektif. Keterbatasan alat pemeriksaan dan anggaran operasional menjadi hambatan utama dalam penanganan.

Sebagai putra daerah, Irfandi mendesak Dinas Kesehatan setempat untuk mengambil langkah lebih proaktif. Ia menekankan pentingnya peningkatan fasilitas kesehatan, edukasi masif kepada masyarakat, serta koordinasi lintas sektor yang lebih baik untuk mencegah penyebaran malaria.

“Tanpa langkah konkret dan terstruktur, kasus malaria di Pohuwato akan terus meningkat dan menjadi ancaman serius bagi masyarakat,” papar Irfandi.

Terakhir, Irfandi juga menyoroti aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang beroperasi bebas di wilayah Pohuwato sebagai salah satu faktor yang memperparah situasi.

“Aktivitas PETI tidak hanya merusak lingkungan dan merampas hak masyarakat atas ruang hidup yang sehat, tetapi juga secara langsung menciptakan habitat baru bagi nyamuk pembawa malaria. Ini bukan hanya persoalan kesehatan, tapi juga penegakan hukum dan keberpihakan pada keselamatan warga,” tegasnya.

Tanpa penindakan terhadap PETI dan perbaikan menyeluruh dalam pengelolaan lingkungan, Irfandi menilai upaya pencegahan malaria akan terus berjalan di tempat. Ia menutup pernyataannya dengan menyerukan komitmen bersama semua pihak untuk menyelamatkan generasi Pohuwato dari ancaman penyakit yang bisa dicegah ini.