Share :
HESTEK.CO.ID – Pemerintah telah menetapkan aturan terbaru mengenai cuti untuk karyawan swasta.
Ketentuan itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2023 yang merupakan pengesahan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Untuk tahun 2024 ini aturan mengenai pengajuan cuti karyawan sudah merujuk pada UU yang disahkan pada 31 Maret 2023 silam.
Bila dilihat lebih rinci terdapat sejumlah perubahan dalam UU Cipta Kerja yang baru mengenai aturan cuti dibanding Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Perubahan yang paling mencolok terlihat pada jenis cuti dan istirahat yang diberikan, yang berbeda dengan ketentuan sebelumnya.
Pada Undang-undang Ketenagakerjaan, perusahaan diwajibkan memberikan cuti kepada pekerja, melibatkan cuti tahunan dan cuti atau istirahat panjang.
Cuti tahunan diberikan kepada karyawan setidaknya selama 12 hari kerja setelah karyawan bekerja selama satu tahun.
Selain itu, ada juga istirahat panjang selama minimal 2 bulan, dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing selama 1 bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama 6 tahun.
Aturan mengenai istirahat dan cuti yang tercantum dalam UU Nomor 13 tahun 2003 menekankan kata “kewajiban perusahaan”.
Dengan demikian, setiap pekerja dan buruh memiliki hak yang sama dan dijamin oleh undang-undang.
Berbeda dengan undang-undang sebelumnya, UU Nomor 6 tahun 2023 pasal 81 mengubah pasal 79 UU ketenagakerjaan dengan memberikan hak libur dan cuti yang lebih sedikit.
Perppu hanya mewajibkan perusahaan memberikan cuti tahunan paling sedikit selama 12 hari kerja setelah pekerja atau buruh bekerja selama setahun. Sementara untuk istirahat atau cuti panjang, tidak lagi menjadi kewajiban perusahaan.
“Perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama,” demikian bunyi pasal dalam UU terbaru yang dikutip Kamis (18/1/2023).
Perbedaan aturan cuti antara UU Ketenagakerjaan dengan UU Cipta Kerja
Isi Pasal 79 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
[1]. Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.
[2]. Waktu istirahat dan cuti melibatkan:
- Istirahat antara jam kerja, setidaknya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja.
- Istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.
- Cuti tahunan, setidaknya selama 12 hari kerja setelah pekerja/buruh bekerja selama 12 bulan secara terus menerus.
- Istirahat panjang minimal 2 bulan, dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing selama 1 bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 tahun secara terus menerus pada perusahaan yang sama, dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 tahun.
[3]. Pelaksanaan waktu istirahat tahunan seperti yang dijelaskan pada ayat (2) huruf c diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
[4]. Hak istirahat panjang seperti yang dijelaskan pada ayat (2) huruf d hanya berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu.
[5]. Perusahaan tertentu, seperti yang dijelaskan pada ayat (4), diatur dengan Keputusan Menteri.
Ketentuan Cuti Panjang Karyawan dalam UU Cipta Kerja
Dalam UU Cipta Kerja terbaru dan PP 35/2021 disebutkan selain waktu istirahat yang merupakan istirahat antara jam kerja serta istirahat mingguan dan cuti tahunan, perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur di dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Dengan begitu aturan cuti panjang tergantung pada kesepakatan antara perusahaan dan pekerja.
Sesuai ketentuan ini maka perusahaan yang memberikan istirahat panjang tidak boleh mengurangi jatah cuti tahunan sebagaimana telah ditetapkan.
Dalam PP 35/2021 diatur bahwa yang dapat memberikan istirahat panjang adalah perusahaan tertentu.
Meski begitu tidak ada ketentuan yang jelas jenis perusahaan mana saja yang dapat menentukan cuti panjang dan mana yang tidak.
Merujuk ketentuan ini maka cuti besar hanya akan diberikan bila tertuang dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Demikian pula dengan syarat dan lamanya waktu cuti besar menjadi wewenang perusahaan.
Perubahan Pasal 79 UU Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja
[1]. Pengusaha wajib memberi:
- Waktu istirahat; dan
- Cuti.
[2]. Waktu istirahat sebagaimana dijelaskan pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada Pekerja/Buruh paling sedikit melibatkan:
- Istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus-menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan
- Istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu.
[3]. Cuti sebagaimana dijelaskan pada ayat (1) huruf b yang wajib diberikan kepada Pekerja/Buruh, yaitu cuti tahunan, paling sedikit selama 12 hari kerja setelah Pekerja/Buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus menerus.
[4]. Pelaksanaan cuti tahunan sebagaimana dijelaskan pada ayat (3) diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama. SK No 137164A
[5]. Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dijelaskan pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam Perjanjian Keda, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
[6]. Ketentuan lebih lanjut mengenai Perusahaan tertentu sebagaimana dijelaskan pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(hsk/kdt/and)