Share :
Hestek, GORONTALO – Panen protes hasil seleksi atau rekruitmen Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Gorontalo dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) kemungkinan bakal berbuntut panjang.
PPK dan KPU Kabupaten Gorontalo nampaknya akan babak belur menerima gelombang protes kian masif, oleh para calon peserta yang dinyatakan tidak lulus khususnya pada tahapan seleksi wawancara.
Usai dari wilayah Kecamatan Pulubala dan Telaga CS, suara protes kambeli datang dari ujung barat Kabupaten Gorontalo yakni Kecamatan Asparaga. Bahkan terinformasi akan adanya aksi demo besar-besaran terkait hasil seleksi tersebut.
Syafrudin Hakim, salah satu peserta PPS yang dinyatakan tidak lulus asal Desa Mohiyolo menyoroti hasil seleksi yang telah diumumkan secara resmi oleh KPU itu.
Ia menilai peserta PPS yang telah dinyatakan lulus bukan murni karena ikut seleksi, melainkan dari hasil penunjukan KPU dan PPK.
“Hasil seleksi PPS sangat disayangkan, tidak masuk akal hasilnya. Saya menilai, yang dinyatakan lulus itu keputusan sepihak KPU dan PPK,” kata Syafrudin, Minggu (22/01/2023).
Menurut dia, jika hasil tes wawancara yang menjadi acuan KPU untuk meluluskan peserta, maka itu sangat tidak masuk akal.
Sebab pertanyaan yang diterimanya saat tes wawancara bukan seputar kewajiban, tugas dan fungsi PPS, melainkan hanya seputar aktivitasnya selaku Ketua BPD Mohiyolo dan mantan pengawas tempat pemungutan suara (PTPS).
“Saat tes wawancara satupun PPK tidak pernah bertanya, hanya Pak Rusli Utiarahman anggota KPU, itupun pertanyaannya hanya seputar pekerjaan saya sebagai BPD, yakni apakah PPS itu tidak mengganggu aktivitas di BPD? kemudian pertanyaan terkait mantan PTPS, itu saja, yang lainnya tidak ada,” ungkapnya.
“Padahal sejak awal saya sudah mewanti-wanti bahwa yang akan ditanya kepada saya itu pasti wewenang, tugas dan kewajiban sebagai PPS, itu tidak ada,” sambungnya.
Syafrudin mengungkapkan bukan persoalan dirinya tidak legowo dan ambisi ingin jadi anggota PPS, melainkan kejelasan dan transparansi proses seleksi tersebut.
“Sebab hingga saat ini saya masih bertanya-tanya bagaimana cara KPU dan PPK mendapatkan bobot nilai dengan model pertanyaan seperti itu,” tanya Syafrudin.
Jika hasilnya demikian, Syafrudin meminta KPU kedepan tidak lagi membuat adanya pengrekrutan secara terbuka untuk masyarakat, apalagi proses tersebut terkesan hanya formalitas semata.
“Langsung penunjukan saja, supaya tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan,” ketus Syafrudin.
Terpisah Ketua KPU Kabupaten Gorontalo, Rasid Patamani menjelaskan, poin yang menjadi penilaian disaat tes wawancara sudah sesuai Peraturan KPU Nomor 534, antara lain pengetahuan kepemiluan, komitmen dan rekam jejak.
Sehingga menurut dia, disaat peserta ditanya soal aktivitas dan pengalamannya menjadi penyelenggara, maka hal tersebut sudah merupakan sebuah poin penilaian terhadap rekam jejak peserta.
“Saya pikir ketika dua pion ini ketika ditanyakan kemudian dia dijawab rekam jejaknya mungkin ada penilaian juga. Dan itu yang tertuang di PKPU, bisa dilihat lagi,” kata Rasid.
Rasid menegaskan, bagian dari proses seleksi bukan hanya lingkup tes tertulis maupun wawancara semata, ada juga tanggapan masyarakat terhadap para peserta sebelum pengumuman hasil akhir.
“Jadi proses yang kami lakukan itu ada pengumuman pendaftaran, kemudian pendaftaran, setelah pendaftaran ada pengumuman seleksi administratif. Disini kami buka ruang tanggapan masyarakat terhadap calon PPS ini,” jelasnya.
Sehingganya kata Rasid, dirinya tidak merasa heran ketika gelombang protes muncul setelah hasil akhir ditetapkan.
“Prosesnya bukan hanya di ujian CAT dan wawancara, kita memberi ruang kepada masyarakat (Menilai dan Memberi Tanggapan) terkait baik atau buruknya peserta itu,” tandasnya.
Pewarta : Hermansyah