Post ADS 1
Berita  

10 Larangan Kampanye Pada Pemilu Serentak 2024

Ilustrasi kampanye. [dok. Istimewa]
banner 120x600
Share :  

HESTEK.CO.ID – Tahapan Pemilu 2024 akan memasuki masa kampanye terhitung sejak 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024 atau selama 75 hari.

Pada tahap tersebut, peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu dipersilakan untuk meyakinkan pemilih mengenai visi, misi, dan program yang diusung.

“Kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu,” demikian bunyi Pasal 1 angka 35 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Namun demikian, ada sejumlah hal yang dilarang dilakukan peserta pemilu selama masa kampanye. Misalnya menghina suku, agama, ras, antargolongan (SARA) peserta lain.

Lalu, menghasut, mengadu domba, dan mengganggu ketertiban umum juga dilarang dalam kampanye.

Menurut Pasal 280 ayat (1) UU Pemilu, 10 hal yang dilarang dalam kampanye yakni:

  • mempersoalkan dasar negara Pancasila, pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  • melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  • menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain;
  • menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat;
  • mengganggu ketertiban umum;
  • mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau peserta pemilu yang lain;
  • merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu;
  • menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
  • membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut peserta pemilu yang bersangkutan; dan
  • menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu.

Jika aturan itu dilanggar, maka peserta pemilu bisa disanksi pidana penjara dan denda.

“Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah),” demikian Pasal 521 UU Pemilu.

UU Pemilu juga mengatur pihak-pihak yang dilarang ikut berkampanye. Merujuk Pasal 280 ayat (2), berikut pihak yang tak boleh ikut dalam kampanye pemilu:

  • Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;
  • Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
  • Gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia;
  • Direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;
  • Pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural;
  • Aparatur sipil negara;
  • Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
  • Kepala desa;
  • Perangkat desa;
  • Anggota badan permusyawaratan desa dan;
  • Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.

“Setiap pelaksana dan/atau tim kampanye pemilu yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah),” bunyi Pasal 493 UU Pemilu.

Adapun setelah masa kampanye, tahapan pemilu akan memasuki masa tenang selama 3 hari yakni 11-13 Februari 2024.

Selanjutnya, pada 14 Februari 2024 akan digelar pemungutan suara serentak di seluruh Indonesia. Tak hanya untuk memilih presiden dan wakil presiden, tetapi juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Source : Kompas.com