Share :
HESTEK.CO.ID – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mengungkap dua temuan kasus mafia tanah yang terjadi di Kabupaten Sampang dan Banyuwangi, Jawa Timur.
AHY mengatakan dari pengungkapan kasus tersebut, Satgas Anti Mafia Tanah telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Kasus ini juga sudah dinyatakan P21.
“Terdapat berkas perkara yang sudah P21 atau lengkap sebanyak dua kasus di Banyuwangi dan Pamekasan dengan jumlah lima orang tersangka,” kata AHY, mengutip CNBC Indonesia, Sabtu (16/3/2024).
AHY menjelaskan kasus tanah di Banyuwangi adalah penggunaan surat kuasa palsu dalam proses pemisahan sertifikat di Kantor Pertanahan Banyuwangi. Adapun, kasus ini telah menyebabkan kerugian hingga mencapai Rp 17 miliar lebih.
“Kerugian sekitar Rp 17,769 M dengan luas tanah 14.250 meter persegi. Potensi kerugian negara dari BPHTB dan PPH sebesar Rp 506 juta,” ujarnya.
Dari kasus itu, ada dugaan sekitar 1.200 sertifikat palsu yang saat ini masih ditahan oleh Kantor Pertanahan Banyuwangi atas instruksi Satgas Anti Mafia Tanah.
Kasatgas Anti Mafia Tanah Brigjen Pol Arif Rachman membeberkan pengungkapan kasus ini merupakan laporan dari Polres Banyuwangi dan Polres Pamekasan.
Untuk kasus Banyuwangi, kejadian tersebut terjadi pada Januari 2023 lalu dengan korban AKR yang merupakan ahli waris tanah. Dalam kasus tersebut, terdapat dua orang tersangka yakni P (54) dan PDR (34).
Kasus ini bermula dari korban yang ingin mengajukan proses pemisahan sertifikat. Korban kemudian menggunakan jasa P sebagai calo untuk membantu.
Dari itu, P kemudian melakukan proses namun terungkap menggunakan surat kuasa palsu dengan melampirkan site plan yang bertanda tangan, stempel dan nomor registrasi dari Kantor Dinas PU palsu.
P kemudian dibantu oleh PDR yang berperan menunjukkan batas tanah kepada petugas BPN, kemudian membuat Kegiatan Kesesuaian Pemanfaatan Ruang (KKPR), serta melengkapi persyaratan secara online dan menjadi saksi Akta Jual Beli (AJB) padahal pemilik tanah sudah meninggal dunia.
“Ahli waris tidak tahu pemisahan tersebut. Potensi kerugiannya Rp17,769 M. Selain itu penting bagi kami rusaknya data di Kantor Pertanahan yang harusnya jadi aset pemda tidak terealisasi,” tandasnya.
(hsk/and)